Minggu, 14 Maret 2010

Nama : NURUL ARIFIN
NIM : H1E109072

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan;

b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil;

2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara;

3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya;

4. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air;

5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;

7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;

8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas-nya, dan atau fungsi ekologis;

9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air;

10. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan;

11. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;

12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah;

13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;

14. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair;

15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;

16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;

17. Orang adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan hukum;

18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.

Pasal 2

(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem.

(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.

Pasal 3

Penyelenggaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.

(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.

(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada :

a. sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung;

b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan

c. akuifer air tanah dalam.

(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(5) Ketentuan mengenai pemeliharaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II
PENGELOLAAN KUALITAS AIR

Bagian Pertama
Wewenang

Pasal 5

(1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas batas negara.

(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten/Kota.

(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten/Kota.

Pasal 6

Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Bagian Kedua
Pendayagunaan Air

Pasal 7

(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota menyusun rencana pendayagunaan air.

(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat.

(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis.

Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air

Pasal 8

(1) Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 9

(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada :

a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi.

c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota .

(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.

(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,
Dan Status Mutu Air

Pasal 10

Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.

Pasal 11

(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.

(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.

Pasal 12

(1) Pemerintah Propinsi dapat menetapkan :

a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau

b. tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).

(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.

(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 13

(1) Pemantauan kualitas air pada :

a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota;

b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten/Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota;

c. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah.

(2) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c.

(3) Pemantauan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.

(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 14

(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan :

a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;

b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.

(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15

(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran.

(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahan-kan dan atau meningkatkan kualitas air.

Pasal 16

(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.

(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri.

Pasal 17

(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dari dua atau lebih laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.

(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium rujukan nasional.

BAB III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Bagian Pertama
Wewenang

Pasal 18

(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.

(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaan air pada sumber air yang lintas Kabupaten/Kota.

(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pence-maran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten/Kota.

Pasal 19

Pemerintah dalam melakukan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Pasal 20

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang :

a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;

b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;

c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;

d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;

e. memantau kualitas air pada sumber air; dan

f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

Pasal 21

(1) Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.

(2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.

(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 22

Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.

Pasal 23

(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air.

(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk :

a. pemberian izin lokasi;

b. pengelolaan air dan sumber air;

c. penetapan rencana tata ruang;

d. pemberian izin pembuangan air limbah;

e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.

(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagai-mana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah

Pasal 24

(1) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi.

(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Bagian Ketiga
Penanggulangan Darurat

Pasal 25

Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penang-gulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.

Pasal 26

Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan.

BAB IV
PELAPORAN

Pasal 27

(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.

(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat :

a. tanggal pelaporan;

b. waktu dan tempat;

c. peristiwa yang terjadi;

d. sumber penyebab;

e. perkiraan dampak.

(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya laporan, wajib meneruskannya kepada Bupati/Walikota/ Menteri.

(4) Bupati/Walikota/Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib segera melakukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air

(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka Bupati/ Walikota/Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran air serta dampaknya.

Pasal 28

Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati/Walikota/Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.

Pasal 29

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyampaikan laporannya kepada Bupati/Walikota/Menteri.

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama Hak

Pasal 30

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.

(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air.

(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 31

Setiap orang wajib :

a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)

b. mengendalikan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).

Pasal 32

Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 33

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 34

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah.

(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri.

(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

BAB VI
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH

Bagian Pertama
Pemanfaatan Air Limbah

Pasal 35

(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasar-kan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memperhatian pedoman yang ditetap-kan oleh Menteri.

Pasal 36

(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah.

(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :

a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;

b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan

c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.

(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah.

(6) Penerbitan izin pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.

(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Bagian Kedua
Pembuangan Air Limbah

Pasal 37

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menang-gulangi terjadinya pencemaran air.

Pasal 38

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin.

(2) Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan :

a. kewajiban untuk mengolah limbah;

b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan;

c. persyaratan cara pembuangan air limbah;

d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat;

e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;

f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan;

g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan;

h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan;

i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.

(3) Dalam penetapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.

Pasal 39

(1) Bupati/Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diizinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air.

(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).

Pasal 40

(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

Pasal 41

(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air.

(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :

a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;

b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan

c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.

(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati/Walikota menerbitkan izin pembuangan air limbah.

(6) Penerbitan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.

(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memper-hatikan pedoman yang ditetapkan Menteri.

(8) Pedoman kajian pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 42

Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan atau sumber air.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama
Pembinaan

Pasal 43

(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup;

b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif.

(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.

(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.

(5) Pembangunan sarana dan prasasara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 44

(1) Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2).

(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan daerah.

Pasal 45

Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan.

Pasal 46

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 45 berwenang :

a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran;

b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepenting-an, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;

c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antaran lain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKL, UPL, data hasil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;

d. memasuki tempat tertentu;

e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolong;

f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instalasi pengolahan limbah;

g. memeriksa instalasi, dan atau alat transportasi;

h. serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan atau kegiatan;

(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau deskripsi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pengawasan.

Pasal 47

Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihat-kan surat tugas dan atau tanda pengenal.

BAB VIII
SANKSI

Bagian Pertama
Sanksi Administrasi

Pasal 48

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40, dan Pasal 42, Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.

Pasal 49

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati/Walikota/Menteri berwenang menerap-kan paksaan pemerintahan atau uang paksa.

Bagian Kedua
Ganti Kerugian

Pasal 50

(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan atau melakukan tindakan tertentu.

(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.

Bagian Ketiga
Sanksi Pidana

Pasal 51

Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, dan Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52

Baku mutu air limbah untuk jenis usaha dan atau kegiatan tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 53

(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati/Walikota.

(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupati/Walikota.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 55

Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kriteria mutu air untuk Kelas II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air.

Pasal 56

(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dari baku mutu air dalam Peraturan Pemerintah ini, maka baku mutu air sebelumnya tetap berlaku.

Pasal 57

(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetapkan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.

Pasal 58

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 59

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 60

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 153

Salinan sesuai dengan aslinya

Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan,

ttd
Lambock V. Nahattands
________________________________________

Penjelasan
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

UMUM.

Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan atau pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya.

Pelestarian kualitas air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindung. Sedangkan pengelolaan kualitas air pada sumber air di luar hutan lindung dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu air.

Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion).

Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar tersedia dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak, usaha dan atau kegiatan manusia memerlukan air yang berdaya guna, tetapi di lain pihak berpotensi menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan air, daya guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaat secara lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomik, di samping nilai ekologik, dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air yang cemar, bagaimanapun akan memerlukan biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial dari kegiatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang cemar dibiarkan (tanpa upaya pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang cemar akan menimbulkan biaya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh air yang cemar.

Berdasarkan definisinya, Pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air.

Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (designated beneficial water uses), juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukkan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air). Penetapan baku mutu air yang didasarkan pada peruntukan semata akan menghadapai kesulitan serta tidak realistis dan sulit dicapai pada air yang kondisi nyata kualitasnya tidak layak untuk semua golongan peruntukan.

Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi airnya, akan dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air penerima sehingga air dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran ini merupakan daya tampung beban pencemaran bagi air penerima yang telah ditetapkan peruntukannya.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dianggap tidak memadai lagi, karena secara substansial tidak sesuai dengan prinsip otonomi daerah sebagaimana dikandung dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.



PASAL DEMI PASAL

Pasal 2

Ayat (1)

Mengingat sifat air yang dinamis dan pada umumnya berada dan atau mengalir melintasi batas wilayah administrasi pemerintahan, maka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air tidak hanya dapat

dilakukan sendiri-sendiri (partial) oleh satu pemerintah daerah. Dengan demikian harus dilakukan secara terpadu antar wilayah administrasi dan didasarkan pada karakter ekosistemnya sehingga dapat tercapai pengelolaan yang efisien dan efektif.

Keterpaduan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ini dilakukan melalui upaya koordinasi antar pemerintah daerah yang berada dalam satu kesatuan ekosistem air dan atau satu kesatuan pengelolaan sumber daya air antara lain daerah aliran sungai (DAS) dan daerah pengaliran sungai (DPS). Kerja sama antar daerah dapat dilakukan melalui badan kerja sama antar daerah. Dalam koordinasi dan kerja sama tersebut termasuk dengan instansi terkait, baik menyangkut rencana pemanfaatan air, pemantauan kualitas air, penetapan baku mutu air, penetapan daya tampung, penetapan mekanisme perizinan pembuangan air limbah, pembinaan dan pengawasan penaatan.

Pasal 4

Ayat (1)

Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kualitas air untuk tujuan melestarikan fungsi air, dengan melestarikan (conservation) atau mengendalikan (control). Pelestarian kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kondisi kualitas air sebagaimana kondisi alamiahnya.

Ayat (3)

Kondisi alamiah air pada sumber air dalam hutan lindung, mata air dan akuifer air tanah dalam secara umum kualitasnya sangat baik. Air pada sumber–sumber air tersebut juga akan sulit dipulihkan kualitasnya apabila tercemar, dan perlu waktu bertahun-tahun untuk pemulihannya. Oleh karena itu harus dipelihara kualitasnya sebagaimana kondisi alamiahnya. Mata air kualitas airnya perlu dilestarikan sebagaimana kondisi alamiahnya, baik mata air di dalam maupun di luar hutan lindung. Air di bawah permukaan tanah berada di wadah atau tempat yang disebut akuifer.

Air tanah dalam adalah air pada akuifer yang berada di antara dua lapisan batuan geologis tertentu, yang menerima resapan air dari bagian hulunya.

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

Ayat (4)

Upaya pengendalian pencemaran air antara lain dilakukan dengan membatasi beban pencemaran yang ditenggang masuknya ke dalam air sebatas tidak akan menyebabkan air menjadi cemar (sebatas masih memenuhi baku mutu air).


Pasal 7

Ayat (1)

Rencana pendayagunaan air meliputi penggunaan untuk pemanfaatan sekarang dan masa yang akan datang. Rencana pendayagunaan air diperlukan dalam rangka menetapkan baku mutu air dan mutu air sasaran, sehingga dapat diketahui arah program pengelolaan kualitas air.

Ayat (2)

Air pada lingkungan masyarakat setempat dapat mempunyai fungsi dan nilai yang tinggi dari aspek sosial budaya. Misalnya air untuk keperluan ritual dan kultural.

Ayat (3)

Pendayagunaan air adalah pemanfaatan air yang digunakan sekarang ini (existing uses) dan potensi air sebagai cadangan untuk pemanfaatan di masa mendatang (future uses).

Pasal 8

Ayat (1)

Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu air, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas Satu merupakan tingkatan yang terbaik. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas Satu lebih baik dari Kelas Dua, dan selanjutnya.

Tingkatan mutu air dari setiap kelas disusun berdasarkan kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukan air (designated beneficial water uses).

Air baku air minum adalah air yang dapat diolah menjadi air yang layak sebagai air minum dengan pengolahan secara sederhana dengan cara difiltrasi, disinfeksi, dan dididihkan.

Klasifikasi mutu air merupakan pendekatan untuk menetapkan kriteria mutu air dari tiap kelas, yang akan menjadi dasar untuk penetapan baku mutu air. Setiap kelas air mempersyaratkan mutu air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukkan tertentu.

Peruntukan lain yang dimaksud misalnya kegunaan air untuk proses industri, kegiatan penambangan dan pembangkit tenaga listrik, asalkan kegunaan tersebut dapat menggunakan air dengan mutu air sebagaimana kriteria mutu air dari kelas air dimaksud.

Pasal 9

Ayat (2)

Pengkajian yang dimaksud adalah kegiatan untuk mengetahui informasi mengenai keadaan mutu air saat ini (existing quality), rencana pendayagunaan air sesuai dengan kriteria kelas yang diinginkan, dan tingkat mutu air yang akan dicapai (objective quality).

Ayat (4)

Pedoman pengkajian yang dimaksud meliputi pedoman untuk menentukan keadaan mutu air, penyusunan rencana penggunaan air, dan penentuan tingkat mutu air yang ingin dicapai. Pedoman pengkajian mencakup antara lain ketatalaksanaan pada sumber air yang bersifat lintas daerah (Kabupaten/Kota dan Propinsi).


Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Pengetatan dan atau penambahan parameter tersebut didasarkan pada kondisi spesifik, antara lain atas pertimbangan karena di daerah tersebut terdapat biota dan atau spesies sensitif yang perlu dilindungi.

Yang dimaksud dengan yang lebih ketat adalah yang tingkat kualitas airnya lebih baik.


Pasal 13

Ayat (5)

Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air meliputi, antara lain, rencana pemantauan, pengharmonisasian operasi pemantauan kualitas air, pelaporan dan pengelolaan data hasil pemantauan.

Pasal 14

Ayat (1)

Status mutu air merupakan informasi mengenai tingkatan mutu air pada sumber air dalam waktu tertentu.

Dalam rangka pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air, perlu diketahui status mutu air (the state of the water quality). Untuk itu maka dilakukan pemantauan kualitas air guna mengetahui mutu air, dengan membandingkan mutu air.

Tidak memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air tingkat kualitas airnya lebih buruk dari baku mutu air.

Memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air tingkat kualitas airnya sama atau lebih baik dari baku mutu air.

Dalam hal metoda baku penilaian status mutu air belum ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, dapat digunakan kaidah ilmiah.

Contoh parameter yang belum tercantum dalam kriteria mutu air sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini antara lain, parameter-parameter bio-indikator dan toksisitas.

Ayat (2)

Kondisi cemar dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, seperti tingkatan cemar berat, cemar sedang, dan cemar ringan. Demikian pula kondisi baik dapat dibagi menjadi sangat baik dan cukup baik. Tingkatan tersebut dapat dinyatakan antara lain dengan menggunakan suatu indeks.

Pasal 15

Ayat (1)

Penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, meliputi pula program kerja pengendalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air secara berkesinambungan.

Mutu air sasaran (water quality objective) adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dalam rangka pengedalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air.



Pasal 16

Ayat (1)

Akreditasi dilakukan oleh lembaga yang berwenang melaksanakan akreditasi laboratorium di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 17

Ayat (2)

Penunjukan laboratorium oleh Menteri sebagai laboratorium rujukan dimaksudkan antara lain untuk menguji kebenaran teknik, prosedur, metode pengambilan dan metode analisis sampel. Kesimpulan yang ditetapkan tersebut menjadi alat bukti tentang mutu air dan mutu air limbah.

Pasal 20

Huruf b

Inventarisasi adalah pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui sebab dan faktor yang menyebabkan penurunanan kualitas air.

Huruf f

Faktor lain yang dimaksud antara lain faktor fluktuasi debit.

Pasal 21


Ayat (3)

Hasil inventarisasi sumber pencemaran air diperlukan antara lain untuk penetapan program kerja pengendalian pencemaran air.



Pasal 23

Ayat (2)

Daya tampung beban pencemaran pada suatu sumber air dapat berubah dari waktu ke waktu mengingat antara lain karena fluktuasi debit atau kuantitas air dan perubahan kualitas air.


Pasal 24

Ayat (1)

Pengenaan retribusi tersebut sebagai konsekuensi dari penyediaan sarana pengolahan (pengelolaan) air limbah yang disediakan oleh Kabupaten/ Kota.

Pasal 25

Pencemaran air akibat keadaan darurat dapat disebabkan antara lain kebocoran atau tumpahan bahan kimia dari tangki penyimpanannya akibat kegagalan desain, ketidak-tepatan operasi, kecelakaan dan atau bencana alam.

Pasal 27

Ayat (1)

Pejabat yang berwenang yang dimaksud, antara lain, adalah Kepala Desa/Lurah, Camat, dan Polisi.

Pasal 28

Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan yang dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum rumah sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek prasarana jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA).


Pasal 30

Ayat (2)

Informasi mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang dimaksud dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan air, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas air, dan rencana tata ruang.

Ayat (3)

Peran serta sebagaimana dimaksud meliputi proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran serta tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian dan atau perumusan kebijaksanaan pengelolaan kualitas air, pengendalian pencemaran air, dan melakukan pengamatan. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan memungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 31

Huruf b

Air pada sumber air dan air yang terdapat di luar hutan lindung dilakukan pengendalian terhadap sumber yang dapat menimbulkan pencemaran. Hal ini karena terdapat berbagai kegiatan yang akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Namun, penurunan kualitas air tersebut masih dapat ditenggang selama tidak melampaui baku mutu air.

Pasal 32

Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan yang dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum rumah sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek prasarana jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA).

Informasi yang benar tersebut dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33

Pemberian informasi dilakukan melalui media cetak, media elektronik atau papan pengumuman yang meliputi antara lain:

a. status mutu air;

b. bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem;

c. sumber pencemaran dan atau penyebab lainnya;

d. dampaknya terhadap kehidupan masyarakat; dan atau

e. langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak dan upaya pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air.

Pasal 34

Ayat (3)

Laporan dimaksud dibuat sesuai dengan format terminal data (data base) pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 35

Ayat (1)

Air limbah dari suatu usaha dan atau kegiatan tertentu dapat dimanfaatkan untuk mengairi areal pertanaman tertentu dengan cara aplikasi air limbah pada tanah (land aplication), namun dapat berisiko terjadinya pencemaran terhadap tanah, air tanah, dan atau air.

Pasal 36

Ayat (1)

Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakannya.

Aplikasi pada tanah perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu secara spesifik berkenaan dengan kandungan dan debit air limbah, sifat dan luasan tanah areal pertanaman yang akan diaplikasi, dan jenis tanamannya, untuk mengetahui cara aplikasi yang tepat sehingga dapat mencegah pencemaran tanah, air tanah, dan air serta penurunan produktivitas pertanaman.

Ayat (2)

Persyaratan penelitian dimaksud merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuhi. Oleh karena itu maka persyaratan lain berdasarkan penelitian yang dianggap perlu dimungkinkan untuk ditambahkan.

Ayat (4)

Pedoman pengkajian meliputi, antara lain, petunjuk mengenai rencana penelitian, metode, operasi, dan pemeliharaan.

Ayat (1)

Pembuangan air limbah adalah pemasukan air limbah secara pelepasan (discharge) bukan secara dumping dan atau pelepasan dadakan (shock discharge).

Pembuangan air limbah yang berupa sisa dari usaha dan atau kegiatan penambangan, seperti misalnya "air terproduksi" (produced water), yang akan dikembalikan ke dalam formasi asalnya juga wajib menaati baku mutu air limbah yang ditetapkan secara spesifik untuk jenis air limbah tersebut.

Air yang keluar dari turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bukan merupakan sisa kegiatan PLTA, sehingga tidak termasuk dalam ketentuan Pasal ini.


Pasal 39

Ayat (1)

Masuknya air limbah ke dalam air dapat menurunkan kualitas air tergantung beban pencemaran air limbah dan kemampuan air menerima beban tersebut.

Air yang kondisi kualitasnya lebih baik dari baku mutu air berarti masih memiliki kemampuan untuk menerima beban pencemaran. Apabila beban pencemaran yang masuk melebihi kemampuan air menerima beban tersebut maka akan menyebabkan pencemaran air, yaitu kondisi kualitas air tidak memenuhi baku mutu air.


Pasal 42

Pengertian limbah padat termasuk limbah yang berwujud lumpur dan atau slurry.

Contoh dari pembuangan limbah padat misalnya pembuangan atau penempatan material sisa usaha dan atau kegiatan penambangan berupa tailing, ke dalam air dan atau sumber air.

Contoh dari pembuangan gas misalnya memasukkan pipa pembuangan gas yang mengandung unsur pencemar seperti Ammonium dan atau uap panas ke dalam air dan atau pada sumber air.

Pasal 43

Huruf b

Contoh kebijakan insentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air limbah yang lebih murah dari tarif baku, mengurangi frekuensi swapantau, dan pemberian penghargaan.

Contoh kebijakan disinsentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air limbah yang lebih mahal dari tarif baku, menambah frekuensi swapantau, dan mengumumkan kepada masyarakat riwayat kinerja penaatannya.


Pasal 45

Hal tertentu yang dimaksud antara lain daerah belum mampu melakukan pengawasan sendiri, belum ada pejabat pengawas lingkungan daerah, belum tersedianya sarana dan prasarana atau daerah tidak melakukan pengawasan.

Pasal 46

Ayat (1)

Huruf a

Pemotretan/rekaman visual sepanjang tidak membahayakan keamanan usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan, seperti kilang minyak dan petro kimia.

Pasal 48

Sanksi administrasi meliputi teguran tertulis, penghentian sementara, dan pencabutan izin melakukan usaha dan atau kegiatan.

Pasal 49

Paksaan pemerintahan adalah tindakan untuk mengakhiri terjadinya pelanggaran, menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan dan atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan. Atau tindakan tersebut di atas dapat diganti dengan uang paksa (dwangsom).

Pasal 50

Ayat (1)

Pengaturan ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti kerugian, pencemar dan atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk :

a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;

b. memulihkan fungsi lingkungan hidup;

c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.

Ayat (2)

Tindakan tertentu yang dimaksud antara lain melakukan penyelamatan dan atau tindakan penanggulangan dan atau pemulihan lingkungan hidup. Tindakan pemulihan mencakup kegiatan untuk mencegah timbulnya kejadian yang sama dikemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar